Salah satu situs
sejarah Islam di Pulau Jawa yakni masjid peninggalan Sunan Muria yang berada di
Desa Colo, lereng Gunung Muria, Kudus. Beberapa benda yang ditinggalkan Sunan
Muria semasa syiar Islam masih utuh terpelihara hingga sekarang.
Pusat syiar agama
Islam yang dilakukan Sunan Muria yang sekaligus menjadi makam beliau berada di
lereng Gunung Muria Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kudus. Untuk mencapai lokasi
ini, pengunjung harus menyusuri jalan sempit yang menanjak sekitar 3 kilometer.
Selama ratusan tahun
sejak ditinggalkan oleh Sang Wali, bangunan masjid sekaligus makam Sunan Muria
di lokasi ini telah mengalami banyak perubahan, namun beberapa benda dan bagian
bangunan di dalam masjid yang dibangun Sunan Murai hingga kini masih utuh
seperti sedia kala. Salah satunya yakni tempat imam masjid atau pengimaman.
Tidak seperti tempat imam masjid umumnya, bentuk pengimaman di masjid ini
menjorok ke dalam. Susunan bata pada bangunan ini juga masih utuh seperti
aslinya, termasuk cawan-cawan yang ditempel di dinding bangunan. Benda lain
peninggalan Sunan Muria adalah bedug yang terbuat dari kayu jati kuno. Terdapat
pahatan berbentuk ukiran naga dan ayam jantan diatas bedug.
Berdasar tanggal yang
tertera, dapat diketahui bedug tersebut dibuat pada tahun 1884 masehi. Yang
ketiga gentong Sunan Muria yang sering menjadi tempat tujuan pengunjung setelah
berziarah di makam sang wali. Gentong terletak sekitar 20 meter dibawah makam
Sunan Muria ini masih terawat hingga sekarang. Dari dalam gentong, air yang
berasal dari mata air pegunungan Muria senantiasa mengalir sepanjang waktu.
Selain beberapa
peninggalan yang disimpan dalam masjid, adapula keris, pusaka dan kitab-kitab
yang diwariskan oleh Sunan Muria. Benda bersejarah tersebut hingga kini
disimpan dengan baik oleh yayasan makam dan masjid Sunan Muria.
Pengurus yayasan
makam dan Masjid Sunan Muria, Muhamad Sholeh mengatakan semasa hidup Sunan
Muria dikenal sangat egaliter dan dekat dengan rakyat. Semua benda peninggalan
Sunan Muria yang ada merupakan petunjuk kemuliaan ajaran beliau, seperti tempat
imam yang menjorok dan cawan di tembok pengimaman merupakan lambang introspeksi
diri serta sifat kedermawanan yang diteladankan pada umatnya.
Tujuan utama peziarah
yang berkunjung adalah makam Sunan Muria yang berada disamping masjid, cungkup
makam ditutup oleh kain klambu yang diganti setiap tahun pada bulan Muharam.
Peziarah hanya bisa mendekati cungkup makam pada hari Kamis Wage hingga Jumat
Kliwon dan Kamis Legi hingga Jumat Pon.
Melalui sumbangan dari berbagai pihak serta dukungan
pemerintah setempat, situs bersejarah masjid dan makam Sunan Muria masih
terawat dengan baik hingga sekarang. Bahkan masyarakat setempat juga ikut
menjaga kondisi hutan yang ada di lereng Gunung Muria. Hal ini merupakan salah
satu bentuk penghormatan kepada sang wali yang bersemayam di tempat tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar